Beli Asuransi via Telemarketing

>> Sunday, June 3, 2012

Baru-baru ini dapat telepon dari agen Asuransi P, menawarkan produk barunya, asuransi kesehatan. Telepon berdasarkan kepemilikan aktif kartu kredit.

Intinya, agen ini memaparkan bahwa Asuransi P sedang meluncurkan program murah, karena - seperti yang dikatakannya sendiri - Asuransi P terkenal dengan premi yang amat mahal, walaupun - sebagai pembelaan - Asuransi P adalah Asuransi yang paling tinggi tingkat pemasarannya.

Terlintas dalam benak ada sebuah quote yang kira-kira menyatakan begini, "Suatu produk apapun akan terlihat baik, jika ditangani tenaga pemasaran yang aktif dan menyakinkan" Intinya, semua produk tergantung dari yang menyakinkannya, yaitu si marketing.

Dengan sopan saya mendengarkan penjelasan sampai selesai, dan ketika diminta untuk konfirmasi "ya" untuk pendebetan kartu kredit, saya jawab "tidak". Saya hanya butuh informasi produk.

--

Lain waktu, suami saya membuka kartu kredit Bank M, langsung ditawari untuk mengambil Protect Shield, premi sebesar sekian persen dari tagihan. Jika tagihan dibayar lunas sebelum jatuh tempo, maka tidak akan cash premi.

Kenyataannya, pada saat tagihan pertama keluar, si Protect Shield tersebut sudah di-cash-kan ke kartu kredit suami. Padahal tagihan datang sebelum tanggal jatuh tempo. Jadi: pada saat ada tagihan yang belum terbayar, tidak peduli jatuh tempo atau tidak, tetap auto debet untuk si Protect Shield ini, walaupun pemilik kartu kredit melunasi tagihannya sekalipun, protect shield sudah curi start untuk mengambil preminya.

--

Cerita lain, atasan saya bolak-balik ditelon oleh telemarketing dari Bank D untuk ikut asuransi proteksi murni, dengan Uang pertanggungan 100 juta, murni tanpa asuransi kecelakaan dan lain-lain.  Autodebet kartu Krefit perbulan HANYA Rp.87.000,-(Delapan puluh tujuh ribu rupiah) yang berarti setahun Rp.1.044.000,- Atasan saya berusia 38 tahun pada waktu itu.
Masa berlakunya adalah selama atasan saya masih di autodebet kartu kreditnya, dan selama itu juga harus membayar.Tidak ada polis. Bukti keikutsertaannya hanya pada billing statement dan selembar semacam sertifikat.

Hitung:
Kalau 5 tahun, berarti 1.044.000 x 5 tahun = 5.220.000,-
Kalau 10 tahun, berarti 1.044.000 x 10 tahun = 10.440.000,-


Bandingkan term life asuransi murni:
Term 5 tahun Premi Rp.355.000 pertahun x 5 tahun = 1.775.000,-
Term 10 tahun Premi Rp.440.000 pertahun x 10 tahun = 4.400.000,-




==
Secara pribadi, saya memilih untuk lebih bijak dalam  membeli asuransi atau apapun pada umumnya. Saya TIDAK membeli segala sesuatu dengan cara:
  1. Tidak berpikir dua kali / tidak ada kesempatan untuk berpikir ulang
  2. harus memutuskan saat itu juga
  3. tidak melihat barang / mempelajari terlebih dahulu apa yang dibeli
  4. tidak membeli hanya berdasarkan perkataan orang yang tidak saya kenal (jelas tujuannya hanya untuk menjual, bukan berkenalan)
  5. Tidak membeli apapun dengan cara autodebet kartu kredit

Tipsnya adalah:
  1. berhati-hati untuk tidak menyebutkan nomor kartu kredit kepada penelpon, tanggal lahir apalagi nama ibu kandung
  2. tidak mengucapkan kata "ya" sedikitpun pada penelpon telemarketing. "Ya" bisa diartikan sebagai persetujuan kita
  3. Sadar, bahwa tidak ada "Hadiah" yang gratis di jaman ini.


TAPI.... semua kembali tentunya pada keputusan kita masing-masing. Ini hanya pendapat saya dan apa yang saya lakukan agar tidak terjerat dalam hutang kartu kredit yang tidak terarah.

Semoga bermanfaat, yaa..


Read more...

Anak cerdas, orang tua honeymoon

>> Sunday, May 13, 2012


Butuh dan ingin itu bedanya TIPIStweet Safir Senduk pada tanggal 11 Mei 2012. Tweet singkat yang agak “menohok” juga, nih…

Kalau dipikir-pikir, banyakkan mana antara butuh dan ingin? Selama ini segala kebutuhan kami bisa terpenuhi (grateful), namun banyak keinginan-keinginan yang masih jauh diawang-awang.

Dari hari pertama perkawinan sampai sekarang belum pernah ber-honeymoon. Cita-cita honeymoon naik turun gunung, serta jalan-jalan keliling Indonesia sebagai backpackers sampai sekarang sepertinya masih hanya mimpi. Penghasilan dan tunjangan-tunjangan dari kantor membuat kami nyaman dan lupa bahwa hidup tidak untuk bulan ini saja.

Anak pertama lahir tujuh tahun yang lalu, masih cukup, dan setelah lahir anak kedua tahun lalu, semua jadi terasa “sesak”. Kebutuhan biaya sekolah, rumah tangga, transportasi dan utilitas lain-lain terpenuhi, yang belum adalah kebutuhan hiburan dan kebutuhan akan keinginan.

Keadaan mendesak membuat kami merasa harus keluar jadi jepittan yang makin lama makin keras. Jadi mulailah kami berpikir untuk berinvestasi. Banyak penawaran investasi tanpa modal, modal kecil hasil besar dan sejenisnya yang amat tidak masuk akal bagi kami. Akhirnya kami meminjam uang dari bank mertua dan bank orang tua, patungan dengan dua orang rekan untuk membeli rumah kecil yang kondisinya sudah hampir ambruk dan pemiliknya butuh dana. Salah satu rekan penanam modal kami adalah pemborong bangunan yang pengalaman membuat bangunan murah namun kokoh, pihak kami adalah arsitek yang sudah berpengalaman mendesign gedung-gedung pemerintahan, rumah, bahkan pelabuhan. Sedangkan pihak yang satunya adalah pegawai di perusahaan Non-BUMN yang berpikir tentang masa depan setelah masa pensiunnya nanti.


Rumah ini kami bongkar, kami bangun ulang dengan arsitektur masa kini dan kami pasarkan. Usaha ini tidak terlalu lancar pada mulanya. Bukan karena harga terlalu tinggi atau lokasi kurang strategis, namun karena “manajemen otak” kami yang kurang sabar dan kurang pengalaman. Kami sebagai orang-orang yang “makan sekolahan” ternyata memang harus mengakui bahwa “makan pekerjaan” membuat pikiran kami jadi “kurang makan pengalaman.”


Dari sini kami dipaksa untuk terus belajar dari pengalaman-pengalaman orang lain yang sukses dan menciptakan pengalaman-pengalaman bagi kami sendiri untuk mencapai keberhasilan secara bertahap. Tidak ada yang instan untuk berhasil.

Tak kalah penting dan berjalan sejajar dengan keinginan kami adalah harapan sebagai orang tua adalah bahwa anak-anak kami kelak bisa belajar dari pengalaman kami. Mereka diharapkan bisa menempuh pendidikan setinggi mungkin, sebaik mungkin, dan juga memiliki kualitas jiwa wiraswata yang handal. 

Maka, pertama-tama kami membeli asuransi jiwa murni terlebih dahulu untuk menjamin ketersediaan dana jika kami tidak diberi waktu lagi untuk melakukan usaha jual-beli perumahan ini. Tidak ada yang mengharapkan akhir kehidupan dalam keadaan tidak siap. Maka investasi pertama yang penting bagi kami adalah perlindungan jiwa kami sendiri. 

Kedua, keuntungan usaha kami akan kami investasikan di manajer keuangan terkemuka untuk biaya pendidikan anak-anak kami dan juga untuk masa tua kami saat anak-anak sudah dewasa kelak. 

Ketiga, untuk cashflow kebutuhan tetap saat ini tetap bersumber pada penghasilan kantor.


Anak cerdas, berhasil dan bahagia; dan honeymoon bagi kami; adalah mimpi yang sedang kami konversikan menjadi sebuah keinginan yang bisa digodog untuk menjadi suatu kebutuhan, dan dikelola untuk menjadi sebuah kenyataan. Kami menabur untuk menuai.

Tak lupa segala harapan, pekerjaan dan rasa syukur kami sampaikan dalam doa setiap hari. 

Kami mau maju, siapa takuttt…???

Read more...

Suami - Istri dalam Asuransi

>> Wednesday, March 7, 2012


Potongan percakapan rumah tangga antara suami dan istri.




Suami : Dapat tawaran kartu kredit, ni Ma. Ambil?



Istri : Ambil.



Suami : Oke. Emangnya mama mau beli apa?



Istri : Asuransi



Suami : Buat anak-anak sekolah?



Istri : Bukan. Buat papa. Kita malah belum punya asuransi “beneran”.



Suami : Asuransi beneran, maksudnya?



Istri : Term Life



Suami : Lah, mama jual juga unit link, tapi malah nggak mau beli?



Istri : Kita udah punya unit link, dengan proteksi minimal. Itu produk jaman dulu, UP nya kecil, investasinya yang besar. Skarang udah nggak ada lagi produk begituan. Itu aja di top-up, kalau buat nabung anak-anak kuliah nanti. Unit link skarang biaya asuransinya besar, mending term life.



Suami : Nggak whole life aja? Kalo term life nanti uangnya angus dong nanti kalau papa masih hidup ampe 20 tahun ke depan..



Istri : Justru kita salah persepsi selama ini.

Asuransi bukan buat nabung, kecuali papa mau nyiapin warisan, baru beli whole life. Kita butuh term life 20 taun. Anak paling kecil baru 10 bulan, sementara papa sering keluar kota. Kalo ada apa-apa yang bikin mama jadi janda --ya nggak minta pastinya.— mau pake apa mama nyekolahin anak-anak en hidup?

Sementara kerjaan mama cuma jualan asuransi en nggak pernah maksa orang buat beli, mangkanya nggak kaya-kaya. Hehehe… Paling enggak mama akan punya modal berupa rupiah untuk nerusin usaha jual beli rumah kita, bayar arsitek –karna selama ini mama punya arsitek gratis selama ada papa—en usaha lain yang bisa njamin kelangsungan hidup en sekolah anak-anak.



Suami : Emang mau Uang pertanggungan brapa? 500 juta?



Istri : yaaa.., segitu lah, minimal.

Papa tau kan, brapa modal untuk beli satu rumah trus biaya renovasi en kira-kira tenggang waktu untuk jual, juga keuntungannya sampai berapa.



Suami : Emang kalo 500jt untuk UP papa, brapa preminya sekarang?



Istri : Premi tahunannya cuma Rp.2.985.000,-

Trus kalo ditambah asuransi kecelakaannya juga 500jt, tambah Rp.950.000,-.

Jadi pertaun Cuma Rp.3.935.000,- Yaaaa.. 4 jutaan lah.



Suami : Selama 20 tahun?



Istri : Ya. Selama 20 tahun.



Suami : Kalo papa masih hidup selama 20 tahun, uang nggak balik?



Istri : kalo papa masih hidup, berarti kita bisa ber-honeymoon lagiii, dunkkk… anak-anak kan udah gede, dah mapan, tinggal kita bersenang-senang.. apalagi, coba?!



Suami : Iya ya… Ya dah, ambil aja asuransinya. Di Sun Life, kan?



Istri : Iya lah.., lumayan komisinya buat traktir anak-anak Pi**a Hut. Heehheee.. Thanks, Pa.. a lot.






Note:
Istri yang bijak akan memikirkan kepentingan keluarganya terlebih dahulu, baru mengurusi soal gadget dan antek-anteknya. Hehehee..
But jangan kawatir..., mulailah sekarang mengurangi narsis untuk diri sendiri (tentu dengan berbagai alasan untuk dibenarkan) dan mulai memikirkan anak-anak.



Detect language » Indonesian

Detect language » Indonesian

Detect language » Indonesian

Detect language » Indonesian

Read more...

Lakukan Financial Check-up terlbih dahulu

>> Wednesday, November 23, 2011


Untuk menentukan berapa UP asuransi dan juga menentukan berapa dana yang bisa/perlu disisihkan untuk mulai melakuan investasi: yang dibutuhkan diperlukan semacam financial check-up, yang mana diantaranya menyangkut:



I. Pemeriksaan terhadap perlindungan Jiwa (Asuransi), meliputi:



1. Penghasilan bulanan

2. Sumber penghasilan

3. Jumlah anak dan usia anak, baik anak kandung maupun anak asuh (jika ada)

4. Pengeluaran bulanan rumah tangga

5. Rata2 pengeluaran total pertahun

6. Asumsi suku bungan di bank



Hal-hal ini diprtlukan untuk menentukan jumlah uang pertanggungan.




II. Pemeriksaan terhadap Perlindungan kecelakaan dan penyakit kritis (Asuransi)


--> menentukan berapa jumlah dana yang diinginkan jika kita tidak dapat kembali bekerja dikarenakan divonis penyakit kritis bahkan meninggal dunia.

Penentuan jumlah ini diperlukan HANYA JIKA ingin memiliki asuransi kecelakaan dan penyakit kritis.



III. Pemeriksaan terhadap perlindungan Kesehatan (Asuransi)


1, Apakah perlindungan kesehatan yang kita miliki sudah memadai? (Bisa mengacu pada daftar biaya/perawata.kamar di beberapa rumah sakit. Sebagai saran, ada baiknya kita selalu memiliki update daftar biaya rumah sakit
2. Menentukan golongan tarif pelayan rumah sakit sesuai dengan kemampuan dan keinginan kita.

Hal ini diperlukan untuk menentukan berapa cover yang diinginkan jika kita terpaksa masuk rumah sakit



IV. Pemeriksaan terhadap kebutuhan pendidikan (Investasi)


Di perguruan tinggi mana kita ingin menyekolahkan anak kita kelak, lokal atau Luar negeri? Dibutuhkan juga update data biaya perguruan tinggi minimal 3 tahun sekali.
Menentukan juga biaya yang diperlukan pada saat anak mulai memasuki playgroup, TK, SD, SMP dan SMA, dengan memperhitungkan inflasi.

Hal ini diperlukan jika kita ingin berinvestasi/mengalokasikan dana untuk mempersiapkan dana pendidikan bagi anak-anak kita.



V. Pemeriksaan terhadap tujuan Investasi (Investasi)

--> Tentukan tujuan dan perkiraan dana yang menjadi target, jangka waktu pencapaian dan tingkat inflasi.



VI. Dana HAri Tua (Investasi)

Menentukan:

1. Pengeluaran tahunan setelah purnakarya

2. Kurun waktu yang diharapkan untuk menghabiskan hari tua

3. Jumlah dana hari tua yang dibutuhkan.



Hal ini diperlukan jika kita ingin berinvestasi/mengalokasi dana untuk menyipkan dan hari tua kita.



Note:

Sengaja saya tekankan dengan warna hijau, Asuransi dan Investasi. Untuk mendapatkan hasil maksimal, maka semuanya bisa dimiliki/dibeli secara terpisah.


Untuk mendapatkan info lebih lanjut mengenai Financial Check up, saya memiliki format form untuk membantu sedikit penentuan premi asuransi yang dibutuhkan. Namun dikarenakan terikat peraturan perusahaan, maka form tersebut tidak disebarluaskan. Jika membutuhkan bisa menghubungi saya, japri, ya. Kita bisa melakukan fact finding by email/ym/kunjungan. Jika membutuhkan, saya bisa mengirimkan delegasi untuk membantu penentuan UP yang dibutuhkan.




Warm Regards,
Firsty R Renata.
Financial Consultant PT Sun Life Financial Indonesia
081 562 562 29
firsty@live.com


Read more...

MENGHITUNG SEBERAPA BESAR PERLINDUNGAN YANG KITA BUTUHKAN

>> Wednesday, November 2, 2011

Perlindungan memadai adalah hal penting. Perlindungan, jika tidak memadai, tidak mencukupi tidak akan berarti apa-apa.



Asuransi jiwa merupakan salah satu perlindungan yang dapat kita cari. Dengan membeli premi asuransi, kita melindungi jiwa kita. Sehingga jika terjadi risiko terhadap pencari nafkah, pasangan yang ditinggalkan hidupnya.



Misalkan Anda seorang pencari nafkah utama dalam keluarga, memiliki dua anak balita dan pasangan yang tidak bekerja, pengeluaran sebesar Rp 5 juta per bulan.


Anda sudah memiliki polis asuransi dengan pertanggungan Rp 250 juta. Apakah cukup ? Tentu tidak. Asal tahu saja, uang pertanggungan asuransi yang hanya Rp 250 juta itu akan habis dalam waktu 50 bulan saja atau sekitar empat tahun dengan asumsi pengeluaran tetap sebesar Rp 5 juta per tahun.



Setelah itu ? Bagaimana dengan kebutuhan biaya sekolah anak, biaya hidup sehari-hari ? Sebagian besar orang yang membeli polis asuransi mengasuransikan dirinya lebih kecil dari kebutuhannya (underinsured).



Oleh sebab itu, penting sekali untuk mengetahui bagaimana menentukan uang pertanggungan yang mencukupi. Sehingga dengan uang pertanggungan tersebut dapat digunakan oleh keluarga setidaknya hingga anak terkecil sudah dapat mandiri dan menghidupi dirinya sendiri.



Jadi: bagaimana cara MENGHITUNG SEBERAPA BESAR SEBENARNYA PERLINDUNGAN YANG ANDA PERLUKAN ?




PERTAMA: Human Live Value (HLV)



Memang benar, nyawa seseorang tidak dapat dinyatakan dengan jumlah nominal tertentu, seberapapun besarnya. Tetapi cara ini sangat membantu untuk menentukan berapa besar penghasilan yang harus diproteksi.



HLV dihitung berdasarkan penghasilan bulanan, tahunan, atau pengeluaran bulanan, tahunan dikalikan lamanya perlindungan yang diperlukan.




HLV = Penghasilan x lama perlindungan yang diperlukan



Contoh:


Jenis kelamin : Pria


Usia : 35 tahun


Penghasilan : Rp.5.000.000m- /bulan


Status : Menikah


Jumlah anak : 1orang , usia 5 tahun




Asumsi:


Anak berusia 5 tahun, tahun yang akan datang berusia 25 tahun dan sudah dapat menghidupi dirinya sendiri.



Berdasarkan metode tersebut maka:

Kebutuhan proteksi asuransi jiwa yang harus dimiliki adalah



HLV = (Rp 5 juta per bulan x 12 bulan) x 20 tahun

= Rp 60 juta per tahun x 20 tahun

= Rp 1, 2 miliar.



Jadi, jika terjadi sesuatu pada orang tersebut, dan dia tak dapat menghasilkan uang lagi, harus ada proteksi sebesar Rp 1,2 miliar agar keluarganya tetap dapat hidup layak seperti saat dia masih ada, selama 20 tahun.




Contoh premi pada proposal penawaran salah satu Asuransi jiwa terkemuka




Semakin tinggi nilai proteksi, semakin tinggi pula premi yang harus dibayarkan. Jika nilai proteksi Rp 1,2 miliar tersebut dirasakan mahal, dapat pula dihitung berdasarkan rumus sama,tetapi menggunakan pengeluaran bulanan.




KEDUA: Income Base Value (IBV)


Kalau dengan perhitungan HLV premi yang harus dibayar masih dirasa besar, ada metode lain, yaitu income based value (IBV).



Mirip metode HLV, perhitungan IBV menggunakan penghasilan atau pengeluaran bulanan sebagai dasar perhitungan.




Contoh:


Target = Rp.5.000.000,- per bulan


Masa perlindungan = 20 tahun



Di Indonesia, investasi yang "bebas risiko" atau investasi dengan risiko paling minimal adalah Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Selain itu, sudah ada pula Obligasi Ritel Republik Indonesia (ORI) yang juga rendah risiko.



Semisal tingkat bunga ORI 7% per tahun dikurangi pajak 20% didapatkan 6,8 %per tahun atau 0,56 % per bulan.



Sekarang perlu dihitung, berapa investasi yang diperlukan untuk mendapatkan dana Rp 5 juta yang akan dijadikan pengeluaran per bulan, dengan bunga 0,56 persen per bulan?



Perhitungannya, Rp 5 juta/0,56 persen = Rp 892 juta.




Jadi, keluarga ini harus memiliki investasi "bebas risiko" untuk mendapatkan proteksi Rp 892 juta. Dana ini akan dibelikan ORI dengan imbal hasil sebesar 7 persen per tahun.



Dari mana dana ini diperoleh ?


Dana ini dapat diperoleh dari uang pertanggungan asuransi jiwa.



Jadi, pencari nafkah utama harus mengasuransikan dirinya dengan uang pertanggungan minimal sebesar Rp 892 juta.



Jadi: keluarga itu tetap bisa memenuhi pengeluaran Rp 5 juta per bulan, meskipun pencari nafkah sudah tidak ada lagi.



Contoh premi pada proposal penawaran salah satu Asuransi jiwa terkemuka





KETIGA: Survival Base Value (SBV)


Cara ini memperhitungkan berapa kewajiban yang harus dilindungi dan berapa penghasilan yang harus dilindungi sampai orang yang ditinggalkan (survival) dapat bekerja.



Asumsi:


· suami mengalami risiko meninggal


· sang istri diasumsikan akan bekerja setelah suaminya tidak ada




Hal yang harus diperhatikan


· semakin besar kewajiban atau utang yang harus dibayar,


· semakin besar nilai pertanggungan asuransi yang dibutuhkan.


· semakin tinggi pendidikan dan makin banyak pengalaman kerja pasangan, diasumsikan pula semakin cepat dia mendapat pekerjaan.


· dana darurat yang telah dimiliki.




Contoh,


Usia ayah ; 35 tahun


Penghasilan Ayah : Rp.10.000.000,-/bulan


Usia istri : 30 tahun


Pekerjaan setahun terakhir : Ibu rumah tangga


Penghasilan istri sebelum berhenti bekerja : Rp.5.000.000,-





Sisa hutang KPR Rp. 350.000.000,-. Dengan cicilan Rp.2.000.000,- per bulan


Kebutuhan hidup bulanan Rp.5.000.000,-


Mencicil investasi dan premi asuransi : Rp.3.000.000,-/bulan


Total pengeluaran : Rp.10.000.000,-



Dana darurat Rp.50.000.000,- yang berarti hanya cukup untuk menutup biaya sehari-hari selama 5 bulan jika ayah mengalami resiko kematian (income putus).




Lalu, seberapa besar perlindungan yang harus dimiliki keluarga ini?



Sementara itu, dengan memperhitungkan pengalaman kerja dan keahlian si istri, dapat diasumsikan dia akan mudah dan dalam waktu relatif cepat bisa kembali bekerja di bidang yang sama seperti sebelum berhenti dan memutuskan menjadi ibu rumah tangga.



Penghasilannya kini kemungkinan dapat lebih besar 10-20 persen. Ini berarti potensi penghasilan baru keluarga ini adalah sebesar Rp 6 juta per bulan.



Setelah dikurangi biaya cicilan KPR sebesar Rp 2 juta per bulan karena biasanya sudah dilunasi asuransi kredit, biaya hidup baru turun menjadi sebesar Rp 8 juta.



Pendapatan istri yang besarnya Rp 6 juta mengakibatkan keluarga ini masih mengalami kekurangan pendapatan sebesar Rp 2 juta per bulan.




Perhitungannya, Rp 2 juta x 12 x 20 tahun = Rp 480 juta.



Dengan perhitungan ini, diperlukan perlindungan sebesar Rp 480 juta untuk keluarga ini jika ditinggalkan oleh kepala keluarga dan si istri kemudian kembali bekerja.




Contoh premi pada proposal penawaran salah satu Asuransi jiwa terkemuka





Jadi, berapa sebenarnya keperluan proteksi Anda, silakan hitung dengan cermat.



Jangan sampai menyesal karena proteksi yang Anda miliki jauh dari mencukupi.




Sumber: Kompas Lipsus Asuransi Jiwa 2011



NOTE:

Ingin konsultasi mengenai kebutuhan perlindungan / penjelasan lebih lanjut / form financial check-up? Hubungi saya. Free.

Read more...

  © Blogger template Sunset by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP