Anak cerdas, orang tua honeymoon
>> Sunday, May 13, 2012
“Butuh dan ingin
itu bedanya TIPIS” tweet Safir
Senduk pada tanggal 11 Mei 2012. Tweet
singkat yang agak “menohok” juga, nih…
Kalau dipikir-pikir, banyakkan mana antara butuh dan
ingin? Selama ini segala kebutuhan kami bisa terpenuhi (grateful), namun banyak keinginan-keinginan yang masih jauh
diawang-awang.
Dari hari pertama perkawinan sampai sekarang belum pernah
ber-honeymoon. Cita-cita honeymoon
naik turun gunung, serta jalan-jalan keliling Indonesia sebagai backpackers sampai sekarang sepertinya
masih hanya mimpi. Penghasilan dan tunjangan-tunjangan dari kantor membuat kami
nyaman dan lupa bahwa hidup tidak untuk bulan ini saja.
Anak pertama lahir tujuh tahun yang lalu, masih cukup,
dan setelah lahir anak kedua tahun lalu, semua jadi terasa “sesak”. Kebutuhan
biaya sekolah, rumah tangga, transportasi dan utilitas lain-lain terpenuhi,
yang belum adalah kebutuhan hiburan dan kebutuhan akan keinginan.
Keadaan mendesak membuat kami merasa harus keluar jadi
jepittan yang makin lama makin keras. Jadi mulailah kami berpikir untuk
berinvestasi. Banyak penawaran investasi tanpa modal, modal kecil hasil besar
dan sejenisnya yang amat tidak masuk akal bagi kami. Akhirnya kami meminjam
uang dari bank mertua dan bank orang tua, patungan dengan dua orang rekan untuk
membeli rumah kecil yang kondisinya sudah hampir ambruk dan pemiliknya butuh
dana. Salah satu rekan penanam modal kami adalah pemborong bangunan yang
pengalaman membuat bangunan murah namun kokoh, pihak kami adalah arsitek yang
sudah berpengalaman mendesign gedung-gedung pemerintahan, rumah, bahkan
pelabuhan. Sedangkan pihak yang satunya adalah pegawai di perusahaan Non-BUMN yang
berpikir tentang masa depan setelah masa pensiunnya nanti.
Rumah ini kami bongkar, kami bangun ulang dengan
arsitektur masa kini dan kami pasarkan. Usaha ini tidak terlalu lancar pada
mulanya. Bukan karena harga terlalu tinggi atau lokasi kurang strategis, namun
karena “manajemen otak” kami yang kurang sabar dan kurang pengalaman. Kami sebagai
orang-orang yang “makan sekolahan” ternyata memang harus mengakui bahwa “makan
pekerjaan” membuat pikiran kami jadi “kurang makan pengalaman.”
Dari sini kami dipaksa untuk terus belajar dari
pengalaman-pengalaman orang lain yang sukses dan menciptakan pengalaman-pengalaman
bagi kami sendiri untuk mencapai keberhasilan secara bertahap. Tidak ada yang
instan untuk berhasil.
Tak kalah penting dan berjalan sejajar dengan keinginan
kami adalah harapan sebagai orang tua adalah bahwa anak-anak kami kelak bisa
belajar dari pengalaman kami. Mereka diharapkan bisa menempuh pendidikan
setinggi mungkin, sebaik mungkin, dan juga memiliki kualitas jiwa wiraswata
yang handal.
Maka, pertama-tama kami membeli asuransi jiwa murni terlebih
dahulu untuk menjamin ketersediaan dana jika kami tidak diberi waktu lagi untuk
melakukan usaha jual-beli perumahan ini. Tidak ada yang mengharapkan akhir
kehidupan dalam keadaan tidak siap. Maka investasi pertama yang penting bagi
kami adalah perlindungan jiwa kami sendiri.
Kedua, keuntungan usaha kami akan kami investasikan di
manajer keuangan terkemuka untuk biaya pendidikan anak-anak kami dan juga untuk
masa tua kami saat anak-anak sudah dewasa kelak.
Ketiga, untuk cashflow kebutuhan tetap saat ini tetap bersumber pada penghasilan kantor.
Anak cerdas, berhasil dan bahagia; dan honeymoon bagi kami; adalah mimpi yang sedang
kami konversikan menjadi sebuah keinginan yang bisa digodog untuk menjadi suatu kebutuhan, dan dikelola untuk menjadi
sebuah kenyataan. Kami menabur untuk menuai.
Tak lupa segala harapan, pekerjaan dan rasa syukur kami
sampaikan dalam doa setiap hari.
Kami mau maju, siapa takuttt…???